Minggu, 15 Februari 2009

PROLOG 2 : PERTOLONGAN SUBUH DARI PENUNGGANG PEGASUS BERMATA TIGA

PROLOG 2:PERTOLONGAN SUBUH DARI PENUNGGANG PEGASUS BERMATA TIGA

Dari langit yang merah dan kelam, terbang seekor Naga menyemburkan api dengan kobaran yang sangat tebal, menghitamkan pucuk bangunan istana Grandalas yang indah. Sebagian bangunan sudah terbakar dengan ganas. Bahkan Menara kembar Lundsdame yang dibanggakan telah hangus terbakar. Nampaknya para Naga buas itulah yang berbuat demikian.

Tembok-tembok kompleks Istana pecah, beberapa kubah yang menghiasi bangunan di taman dihancurkan dengan terjangan pedang batu tentara Diverdhame. Air mancur yang bening berubah menjadi merah, semerah mawar. Darah mengucur di mana-mana, membiarkan lantai terpoles pekatnya. Lontaran batu api merubuhkan beberapa Istana administrasi para menteri Grandalas yang di bangun mengelilingi Istana singgasana. Suara jeritan dari abdi Istana sangat menyanyat hati, bersaut-sautan meramaikan dentingan suara pedang. Centang cementang pedang terlalu bising dan membuat gaduh suasana. Formasi yang di bangun tentara Grandalas terus berhasil di lumpuhkan hingga kocar-kacir. Perburuan dari binatang buas Hyena merah atas pasukan tentara Grandalas membuat hiburan tersendiri bagi tentara barbar Diverdhame. Pasukan panah tak dapat menghentikan laju tentara barbar Diverdhame, di karenakan mereka terganggu oleh para Jin yang sengaja menakut-nakuti mereka. Beberapa gagak raksasa terlihat mencabik-cabik seorang prajurit Grandalas di udara, menyisakan potongan kaki untuk jatuh ke bumi. Pemandangan yang mengerikan, bahkan terlalu mengerikan untuk masuk ke dalam mimpi.



Sang Raja Grandalas melihat jelas pasukannya semakin terdesak dan terus tumbang. Air wajahnya memerah karena kemurkaannya. Dari atas balkon ia menebas tentara Barbar yang muncul dan berusaha memasuki Istana utama Grandalas yang biasa di sebut dengan Singgasana Grandalas. Sebuah tangga kayu raksasa, telah terpasang di tepiannya. Melalui jalur itulah tentara musuh merangsak naik dan masuk ke dalam Balkon.

Dari kejauhan Pangeran Armith berseru “Itu dia..! Tua bangka dari Grandalas! Akhirnya kau keluar juga. Dengarkanlah pasukanku, aku menginginkan kepalanya!“

Kemudian seekor gagak raksasa menerjang ke arah Raja Grandalas XII. Namun kali ini Pangeran Sivmith menjadikan dadanya sebagai martir. Kuku tajam beracun dari Gagak hitam terkutuk tersebut mengkoyak dengan ganas dada Pangeran Sivmith; sang pemberani. Dadanya robek dengan luka menganga, baju jirahnya bersimbah darah, terus mengucur di antara lempengan besi pelindungnya. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya ia sempat mengayunkan pedang dan menebas cakar dari sang Gagak raksasa itu. Gagak itu jatuh terjerembab di depannya dan memuncratkan darah dengan deras. Tubuh gagak tersebut terlihat kejang-kejang kesakitan, suaranya melengking tajam hingga menembus cakrawala. Sang Pangeran kemudian menusukkan dan memaku pedangnya ke jantung Gagak terkutuk itu. Sementara di tempat yang sama Jendral Vaxes telah tewas dengan gagah berani. Ratusan anak panah bersarang di sekujur tubuhnya.

“Vaxes O saudaraku…,” Lirih sang Raja saat pandangan matanya menyapa Jendral Vaxes.

“Lindungi sang Raja!“ Teriak Pangeran Sivmith kepada para bala tentaranya yang berada di balkon dengan suara yang parau. Ia berteriak sampai darah segar keluar dari kerongkongannya. Jendral Rakop salah satu Jenderal besar kerajaan Grandalas melompat dengan lincahnya ke arah Raja Grandalas untuk melindunginya. Matanya melirik Pangeran Sivmith yang dadanya berlumuran darah segar. Lirikan itu berubah menjadi pandangan mata yang terbelalak.

“Pangeran! Oh tidak..,“ Jenderal keturunan setengah Elf itu berucap gemetar melihat sang Pangeran terkapar bersimbah darah. Raja Grandalas tersentak akan kesedihannya yang mendalam. Ia kemudian memangku tubuh Pangeran Sivmith yang terluka sangat parah. Gelembung air mata telah penuh dan akhirnya pecah, merembes ke pipinya.

“Sivmith, puteraku yang tercinta, bertahanlah..,“ Tangisannya membasahi janggutnya yang putih. Tiba-tiba seorang Barbar sudah berhasil menaikki balkon. Berniat menusuk punggung sang Raja, namun Sivmith dengan sigap membanting sang ayah ke lantai dan kembali menjadi martir bagi ayahnya. Paru-parunya kali ini dengan cepat telah tertembus oleh hunusan pedang batu dari seorang Barbar jangkung. Namun Jenderal Rakop dengan cepat berhasil memancung kepala Barbar bertubuh jangkung itu dengan sangat cepat sebelum ia kembali beraksi.

“Anakku, bertahanlah..,“ Sang Ayah memeluk puteranya yang kini sudah terlihat sekarat.

Pangeran Sivmith tersenyum “A.. Ayah lin.. Lindungilah Grandalas..,” Ia terbatuk; dari kerongkongannya keluar darah kental berwarna sangat pekat memuncrat ke dada sang Raja. Ia memanggilnya ayah, nampaknya pada saat terakhir ia begitu bahagia dapat memanggil sang Raja dengan sebutan Ayah. Ia melanjutkan kata-katanya, kali ini wajahnya berubah menjadi geram “Bu.. Bunuh Armith sang pengkhianat..,“ Ia kemudian memejamkan matanya dengan berat. Mata berwarna kelabu itu, mata khas keturunan klan Zirah Putih telah kehilangan cahayanya dan pudar bersama dengan kematian.

“Pangeran?“ Jenderal Rakop terpaku kepada kematian sang pangeran ke enam.

“Armith aku akan membunuhmuu..!!“ Meledak amarah sang Raja Grandalas.



Hari hampir subuh, namun hujan berwarna merah marun itu belum berhenti. Begitu pula pertempuran sengit tersebut. Pasukan Grandalas benar-benar sudah terdesak. Kini pasukan Pangeran Armith dan sekutunya sebagian besar sudah berhasil merangsak bebas masuk sampai ke halaman istana utama: Istana Singgasana. Para Jin dan para Satan tua terlihat bersenang-senang. Mereka mengoyak leher para prajurit Grandalas sambil meminum darahnya dengan rakus. Ular-ular raksasa muncul dari dalam tanah meluluhlantahkan pasukan berkuda Grandalas, anjing-anjing hitam berkepala dua yang dimunculkan lewat rapalan mantra, juga Hyena merah peliharaan Raja Diverdhame mencabik tubuh-tubuh para tentara Grandalas, tanpa rasa sungkan untuk memakannya. Diikuti pembantaian oleh tentara Barbar dari Diverdhame yang tak mengenal ampun dan belas kasihan. Sepertinya nasib kerajaan Grandalas sudah di ujung tanduk, kerajaan agung itu hampir hancur. Dihancurkan oleh sang anak dari Raja Grandalas XII sendiri. Pangeran sekaligus Penyihir kejam bernama Armith!



Saat subuh menjelang, cahaya berwarna hijau keperakkan membelah langit merah dan membentuk satu gelombang terang yang menyilaukan diantara derasnya hujan. Kemunculannya diikuti suara mengglegar yang teramat memekakkan telinga. Dari gelombang itu muncullah seorang penunggang Pegasus bermata Tiga. Ia muncul dari langit, menukik menuju ke Atsmosphere Grandalas. Garis wajah penunggang Pegasus bermata Tiga itu beralur tegas dan terlihat sangat berwibawa. Tubuhnya terlihat kekar dan gagah dalam balutan jubah hijau tua yang indah. Janggutnya panjang berwarna putih keperakkan. Ia menggenggam tongkat jati berwarna coklat tua. Di belakangnya tiba-tiba muncul ratusan pasukan yang sangat perkasa dan membuat merinding bagi siapapun yang melihatnya. Kemunculan pertama adalah sekelompok Singa bermata dan berambut Api yang sangat gagah dan perkasa, diikuti sekelompok Naga berwarna biru muda yang menyemburkan hawa dingin. Ukuran Naga itu setengah lebih besar daripada Naga api. Rupanya itu adalah Naga Es yang melegenda. Naga yang konon muncul dari sebuah bongkahan permata es berwarna biru yang terdapat di kutub para dewa.

“A.. Apa itu?“ Gumam Pangeran Armith yang sangat terkejut dengan kemunculan para pasukan tersebut. Belum lagi selesai keterkejutannya, tiba-tiba menyusul kaum Jupiter sang pembawa panah Api kilat Phoenix dan puluhan mahkluk dari kaum Raksasa yang bersenjatakan Gada baja dan Petir, ditambah kemunculan terakhir dari pasukan Peri yang bersenjatakan Sutera beracun. Mereka dengan secepat kilat turun ke tanah Grandalas atas perintah tegas penunggang Pegasus bermata Tiga itu. Secara tiba-tiba menyerang pasukan Pangeran Armith dan sekutunya.

“Yang mulia Armith kita harus mundur!” Ratu Ibblis Nukkra begitu ketakutan melihat kemunculan itu. Ia meminta kepada Pangeran Armith untuk mundur, tetapi Pangeran Armith terlihat terpaku dengan dingin. Ia sama sekali tidak tahu apa yang dilihatnya.

Para Pasukan langit itu segera memenuhi ruang pertempuran. Memburu dengan ganas dan segera memilih korban faforitnya.

Terlihat para Raksasa memukulkan Gada dari tangan kanannya ke tanah hingga terjadi gempa, diikuti petir yang muncul dari tangan kirinya. Dalam satu kali hentakan puluhan pasukan Barbar yang di lumatnya. Pasukan Peri tak mau kalah, dengan racun dari kain suteranya, mereka menciptakan udara yang dapat membuat tentara Barbar keracunan dengan singkat. Kulit mereka terkelupas dan daging mereka meleleh bagai lilin. Pasukan langit itu membalas kengerian yang di alami Grandalas dengan setimpal.

Sementara itu sekawanan Singa berambut api mengoyak pasukan sihir Armith yang terdiri dari Anjing-Anjing hitam berkepala dua, juga Ular-Ular raksasa yang muncul dari dalam tanah. Hyena merah peliharaan Raja Diverdhame juga tak bisa lolos dari terkaman para Singa berambut api.

Naga es tak kalah hebatnya. Mereka mengalahkan para Gagak raksasa dan Naga api dengan semburan esnya yang membekukan. Seekor Naga es yang lain turun di antara pertempuran darat dan menghembuskan semburan hawa dingin ke arah tentara Barbar sehingga mereka menjadi bongkahan-bongkahan patung es. Akhirnya ratusan pasukan Jupiter pembawa panah Api Phoenix meluluhlantakan pasukan Jin dan para Satan tua bawahan Ratu Iblis Nukkra dengan panah Api Phoenix yang membakar! Beberapa Jin melarikan diri, para Satan tua pun ketakutan.

“Pangeran Crhonos: Pamanku yang telah menjadi Dewa pelintas langit pertama telah datang!“ Seru Raja Grandalas XII.

“I..Itukah yang mulia Crhonos?“ Gumam Jendral Rakop yang kini berdiri di sebelah Raja Grandalas XII.

“Anakku aku telah datang untuk menolongmu, kerajaanmu dan orang-orang teraniaya. Mana para Pangeran yang gagah berani, kemana cucu-cucukku yang kusayangi itu?“ Tanya penunggang Pegasus bermata Tiga yang ternyata adalah paman dari Raja Grandalas XII.

“Hormat kepada Yang mulia: Dewa pelintas langit pertama, Bouraqs yang bijaksana. Armith! Ia membunuh semua saudaranya sendiri!“

Mendengar pernyataan Raja Grandalas mata penunggang Pegasus bermata Tiga itu memandang Armith dari kejauhan dengan sorot yang terbakar serta penuh murka. Ia kemudian merapalkan mantra, tepat di bawah balkon muncul Mamouth perkasa.

“Anakku, gunakan Mamouth itu untuk menghabisi Raja Barbar, Armith bagianku.” Perintah Bouraqs.

“Baik yang mulia.” Raja Grandalas XII segera turun menunggangi Mamouth, dengan geram ia menuju ke arah Raja Diverdhame untuk menghabisinya.

“Armiiith..!!“ Teriak penunggang Pegasus bermata Tiga itu dengan suara yang menggetarkan langit dan bumi. Ia mengejar Armith dengan secepat kilat. Armith begitu ketakutan ia kemudian merapalkan sebuah mantra sihir dan memanggil Chebuah: Hewan perangnya yang berupa Burung berbulu ungu, dan berwajah Reptil dengan paruh tajam yang mengerikan. Mahkluk itu muncul dari dalam tanah nampaknya ia datang dari neraka. Dengan raut wajah yang panik dan ketakutan, ia melesat ke atas langit dan bermaksud melarikan diri, namun penunggang Pegasus bermata Tiga itu terus mengejarnya. Pangeran Armith betul-betul sangat ketakutan terhadap penunggang Pegasus bermata Tiga itu. Ia terus melesat dengan cepat bersama Chebuah. Sesekali Pangeran Armith mengeluarkan mantranya untuk memunculkan monster-monster ganas agar bisa menghentikan laju sang penunggang Pegasus bermata Tiga yang terus mengejarnya itu. Semuanya namun percuma, penunggang Pegasus bermata Tiga itu dengan mudah dapat menghancurkan monster-monster Pangeran Armith dengan tongkat Jatinya hanya dengan sekali tebas.

Kembali melancarkan serangan, kali ini Pangeran Armith melontarkan api sihirnya ke arah Penunggang Pegasus tersebut, namun Api itu hilang memudar saat mendekati Penunggang Pegasus bermata tiga itu karena kesaktiannya.

Pangeran Armith sang pengkhianat melesat ke atas langit yang lebih tinggi untuk menghindari kejaran penunggang Pegasus bermata Tiga. Dengan marah penunggang Pegasus bermata Tiga itu berseru “Kau menghinaku dengan naik ke atas langit! Akulah sang Dewa pelintas langit pertama: Bouraqs...!“ Penunggang Pegasus bermata Tiga itu kemudian mengubah dirinya menjadi raksasa yang memenuhi ruang langit! Armith tak dapat bertahan lagi, ketakutannya menyaksikan hal tersebut membuatnya gugup. Dari tongkat Jati sang penunggang Pegasus bermata Tiga itu keluar halilintar yang menghancurkan perisai gaib Pangeran Armith. Akibatnya Pangeran Armith tak kuasa bertahan atas serangan tersebut. Ia dan Chebuah jatuh terhempas ke pelataran istana Grandalas dengan telak.

Terlihat Singa berambut Api yang sangat perkasa telah menunggu kesempatan untuk mengoyak Chebuah dengan ganas. Singa Api itu dengan kejinya menghabisi Chebuah dengan terkamannya yang tak kenal ampun. Perlawanan Chebuah tidak menjadi ancaman bagi Singa berambut api itu. Cakar-cakarnya merobek jantung Chebuah yang sudah tak mampu lagi melawan. Pangeran Armith merinding ketakutan melihatnya.

Ia lebih ketakutan kemudian, karena kini sang penunggang Pegasus bermata Tiga telah berdiri di depannya dengan raut wajah yang sangat murka....


To Be Continued to Chapter 1

PROLOG 1: MAKAR ARMITH SANG PANGERAN KE LIMA

PROLOG 1:MAKAR ARMITH SANG PANGERAN KE LIMA


Saat malam telah menaungi langit Grandalas, hujan turun dengan sangat lebat. Gemuruh angin menampar tanpa ampun dedaunan, serta mematahkan ranting-ranting pepohonan yang tumbuh di sepanjang jalan setapak desa Arwerest. Desa para kurcaci yang berada dalam dominasi kerajaan Grandalas yang letaknya berbatasan langsung dengan desa-desa para manusia. Petir terlihat menyambari beberapa pohon beringin merah yang banyak tumbuh di sekitar sungai besar Axz. Sungai utama yang terletak di sebelah barat perbukitan Amerguis, tempat istana agung kerajaan Grandalas berdiri kokoh. Air hujan yang jatuh ke bumi sangat tidak lazim, dikarenakan airnya yang berwarna merah marun. Mencitrakan bulir embun bak darah yang mengalir.

Membuat semua orang mengira saat itu adalah hari kutukan. Ketakutan berkumandang dalam batin orang-orang yang masih terjaga, mempertanyakan ; atas sebab apa mereka akan di azab?

Ketakutan nampaknya menjadi benih yang paling subur malam itu. Nutrisi hujan merah marun di serap jiwa-jiwa tak berdosa. Kengerian meliputi malam saat derap-derap Tentara berseragam zirah berwarna hitam pekat melintasi desa-desa. Kuda-kuda mereka dengan angkuh dan bernafsu menapaki kota utama Natvez, mengembuskan asap tebal di udara dari ringikan yang sama sekali tidak harmoni. Pasukan pejalan kaki melewati rumah-rumah penduduk dari segala penjuru dengan memperlihatkan raut wajah yang keras dan liar. Lirikannya begitu menjijikkan, memburu apa saja yang dapat di rusak. Namun malam itu mereka tak boleh berperilaku sebagai perompak. Karena misi besar tak dapat menunggu kedenggilan nafsu rendahaan yang sesaat. Mereka boleh memuaskan hawa nafsu setelah misi utama selesai.

Tentara berzirah merah yang berjumlah juah lebih sedikit bergerak sangat cepat, fleksible dan dinamis, seolah-olah mereka adalah kera-kera yang pandai melompat. Nampaknya mereka adalah golongan elit dari pasukan.

Para tentara itu bergerak memenuhi wilayah-wilayah kekuasaan Grandalas bahkan sampai gang terkecilpun. Sebuah etika pengerahan pasukan yang barbar dan pengecut. Terlihat beberapa ribu kaum Bowrk atau orang timur lebih mengenalnya sebagai Jin didampingi para Setan tua bergerak bagai pijaran api membakar. Aroma amis segera menyebar, menusuk penciuman sampai paru-paru. Para Kaum Bowrk itu sebagian melayang di atas udara yang pekat karena air hujan yang entah mengandung zat apa? Sebagian lagi melompat dari satu atap ke atap lainnya. Terlihat indah dari jauh seperti permainan cahaya atau kembang api, sampai kau melihat wajahnya yang menyeramkan, dan akhirnya tubuhmu kaku ketakutan. Ada beberapa yang bergerak di dalam tanah, menciptakan gundukan tanah berjalan. Entah berwujud ular atau cacing raksasa, entahlah? Belum terlalu jelas. Kaum Bowrk terdiri dari bermacam-macam wujud serupa monster-monster, mereka bersisik, bertanduk, bercaling, memiliki cakar, sebagian dengan bulu kasar, sebagian lagi licin menjijikkan. Namun mata mereka sama; merah membakar!

Bersama itu sekawanan Naga api dan juga ratusan Gagak raksasa berparuh biru terbang melintasi raungan petir; Seolah serangga yang sedang melakukan migrasi besar-besaran. Mereka melayang jauh lebih tinggi daripada para Bowrkan dan Setan tua. Saat kilat menari-nari dengan daya terangnya yang mencalat, maka akan terlihat di langit lepas pemandangan menakutkan dari para Naga dan Gagak raksasa berparuh biru. Berdegup kencang dan keputusasaan akan rasa keselamatan segera menjangkiti siapapun yang melihatnya. Itu pasti!

Suara derungan sambaran petir tidak sendiri, bukan hanya di temani suara rentesan hujan dan angin kencang. Karena suara ternak yang bersahut-sahutan memperparah dawaian malam kelam, ringkikan keledai yang ketakutan, sangat membisingkan dan terasa memperumit keadaan. Nampaknya hewan-hewan itu sangat terganggu akan kehadiran Hyena-Hyena merah yang berbaur bersama para tentara berbaju zirah. Semua orang bersembunyi di dalam rumah tanpa bersuara dan mematikan lentera-lentera yang menempel pada dinding-dinding dingin rumah mereka, serta menutup tirai-tirai yang membatasi dari teror yang terlalu tipis dari keberadaan mereka.

Ketakutan yang menggigil menemani nafas-nafas mereka!


Semua mahkluk itu adalah satu kelompok pasukan dengan para pasukan berkuda dan juga pasukan pejalan kaki. Di sebuah area perbukitan lapang, Badak-badak Diverdhame menarik alat pelontar beroda gerigi menuju ke sebuah komplek bangunan agung yang bersila dengan kewibawaannya. Komplek bangunan yang segera akan di ratakan dengan kemarahan dan kedengkian. Beberapa kelompok pasukan membawa kendora. Sekelompok pasukan berkendara anjing hitam berkepala dua dengan tanda putih di dahinya. Anjing-anjing itu meliur di antara rahang, menetes di rerumputan dan lekat menempel. Jangan sampai kau menginjaknya jika sepatumu tidak ingin merekat. Mereka lebih awal hadir dari semua pasukan. Para pasukan yang di ceritakan dengan rintihan teror tadi sudah datang dari berbagai penjuru. Berkumpul melakukan sebuah ritus singkat yang sudah mendarah daging berupa raungan buas dan liar. Seorang Pria tampan dengan tatapan sinis melirik semua pasukannya saat semuanya telah berkumpul di daerah perbukitan yang sangat luas dan lapang. Matanya berpetualang dengan puas ke arah pasukannya. Senyum simpul tersungging. Bola matanya yang perak bercahaya dan berbinar. Menusuk gerbang utama komplek bangunan yang menjadi target. Seorang lelaki setengah baya, berambut merah dan jangkung berada di sampingnya. Duduk dengan angkuh di atas seekor badak besar; badak Diverdhame. Wajah pria kasar itu penuh dengan guratan yang bersulam jahit, jelek, terlihat garang dan penuh kebencian. Kaum Bowrk dan Setan tua segera berkumpul di depan seekor Iblis betina. Tubuhnya penuh api hitam yang menyala-nyala. Ia melayang beberapa meter dari atas tanah. Menenangkan kaumnya yang mendesis-desis.


Peperangan segera pecah! Di perbukitan lapang itu genderang tampah dan terompah bersaut-sautan. Ribuan pasukan pertahanan segera meluncur deras keluar. Dikerahkan dari setiap penjuru benteng terluar. Suara centang cementang dari gesekan pedang menghiasi aroma kematian yang tercium dari segala penjuru. Jantung-jantung berdegub keras, terdengar dalam udara yang tercemar kebengisan. Bendera-bendera di pertahankan untuk tegak, menandakan harga diri tinggi yang tidak mau dipadamkan dari pasukan pertahanan.

Pasukan makar tidak membutuhkan bendera, mereka tidak mengenal harga diri.

Badak-badak Diverdhame berjalan maju lalu berhenti di titik yang cukup strategis untuk melontarkan batu dari kereta pelontar. Lontaran batu yang diminyaki minyak Wampats yang membakar dari daerah Azhambart di sulut dengan api-api kaum Bowrk. Menambah kuat daya ledak. Lontaran batu itu menabrak benteng-benteng Diverdhame kemudian meruntuhkan tembok-temboknya. Menciptakan gemuruh maut yang membinasakan prajurit-prajurit yang melakukan pertahanan dari balik benteng. Pasukan makar terus maju, menghancurkan formasi-formasi tipis pasukan pertahanan yang terlalu kaget menghadapi peperangan mendadak. Para Bowrkan dan setan tua telah memasuki atsmosphere komplek istana. Mereka membuka jalan bagi pasukan makar yang datang dengan berbagai dimensi kekuatan. Pasukan elit berzirah merah bergerak lincah, menabrak udara dingin, merobek-robek perut prajurit yang mempertahankan benteng. Ring 1 telah di kuasai pasukan makar. Mereka seperti virus yang tidak memiliki penawar. Seolah racun dan bisa yang menyerang syaraf dengan cepat.


Pangeran Armith bersama para sekutunya: Raja Braind dari kerajaan Diverdhame dan Ratu Iblis Nukkra beserta seluruh bala tentara mereka menyerang dari segala penjuru arah. Mereka mengepung komplek istana, kemudian merangsak masuk ke Istana utama kerajaan Grandalas setelah gerbang utama di hancurkan dari dalam. Pasukan elit menyusup di temani Bowrkan. Mereka tidak membuang waktu untuk segera menghentikan denyut jantung kekuasaan Grandalas. Mereka melumat habis setiap pasukan kerajaan Grandalas yang di temuinya sebelum sempat membuat formasi pertahanan sekalipun. Ribuan tentara kerajaan Grandalas segera keluar dari kelengahan mereka dan di kerahkan total dari setiap benteng-benteng pertahanan terus-menerus. walaupun demikian, kekuatan dari Armith dan sekutunya terlalu kuat untuk di tahan. Mereka mendobrak tanpa ampun dengan rentetan teror yang kejam.

Pihak kerajaan Grandalas tidak menduga sama sekali serangan gerilya yang diotaki oleh salah satu Pangeran mereka sendiri. Bahkan benteng-benteng yang dibangun kokoh semakin detik semakin tak kuasa membendung pasukan makar yang mengerikan itu.

Mereka adalah wabah yang mengerikan, air bah yang menghancurkan bendungan terkokoh!

Perang tidak terelakan lagi, para ksatria Grandalas turun dari singgasananya. Dengan gagah berani mereka bercampur baur dengan para prajurit Grandalas untuk membuktikan ketangguhannya. Tidak terkecuali para Pangeran. Mereka berusaha mengkomandoi berbagai satuan prajurit yang tidak Nampak siap untuk peperangan mendadak.

“Kurang ajar kau Armith! Pengkhianaaat...!“

Sang Putera Mahkota kerajaan Grandalas Pangeran Rotmith yang juga kakak satu darah Armith melontarkan anak panah ke arah Armith melalui kuda hitam yang kini di tungganginya, namun panah-panah yang terhambur dari Busur Perak miliknya tidak ada satupun yang dapat mengenai Pangeran Armith. Rupanya perisai gaib melindunginya dari serangan apapun. Serangan membabi buta dari pangeran Rotmith dan pasukannya sempat menganggu formasi terdepan tentara barbar Diverdhame, namun tidak berlangsung lama. Pasukan barbar it uterus merangsak maju. Sulit untuk menahan gempuran yang amat solid itu.

Dari langit terlihat seekor gagak raksasa menukik. Ia bergerak secepat anak panah yang lepas dari busurnya. Pandangannya dari arah belakang terfokus pada Pangeran Rotmith.

Pandangan itu begitu bengis!

Gagak itu menyempurnakan niatnya dengan mencabik punggung dari sang Putera Mahkota dengan ganasnya. Baju zirah yang di pakai sang Pangeran tak dapat melindunginya dari serangan ganas itu. Senyum puas tersungging dari bibir Armith yang melihat jelas kejadian itu. Akhirnya sang Putera Mahkota tewas menyusul tiga Pangeran lainnya yang telah lebih dulu tewas dalam pertempuran yang sama. Mereka: Pasukan elit Pangeran Armith yang bersekutu dengan Tentara Ratu Iblis Nukkra dan Tentara Barbar dari kerajaan Diverdhame betul-betul telah berhasil menghabisi para Ksatria dari kerajaan Grandalas yang terkenal pemberani.

Sivmith sang Pangeran termuda terbelalak melihat kakak tertuanya tewas dalam cengkraman sang gagak raksasa bawahan Pangeran Armith. Ia hanya bisa mengungkapkan kemarahannya dalam dadanya yang membuncah. Sampai-sampai terkesan memerah bola matanya menaungi air mata yang belum pecah. Tali kekang kuda yang ditungganginya terlihat bergetar, menandakan aliran darahnya mengalir tak stabil, membuat kuda yang di tungganginya gelisah.

“Kakaaak..!!“ Teriaknya sambil menebaskan pedangnya dengan kuat dan cepat pada kepala dan jantung tentara barbar yang mendekatinya. Ia menghela nafas berat saat melihat pasukan musuh berkali-kali lipat banyaknya dari pasukannya.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang menghentikan lajunya “Ya sang Raja! Aku harus melindungi yang mulia juga ibunda Ratu.“ Ia kemudian memutuskan untuk mundur dari pertempuran yang ia anggap sia-sia dengan kuda coklatnya. Ia mundur untuk kembali ke istana utama dan bermaksud menyelamatkan sang Raja Grandalas.

“Kita berhasil..! Kita akan menguasai kerajaan Grandalas untuk selama-lamanya..!!“ Raja Braind dari Diverdhame itu mengangkat palunya yang besar ke atas langit dengan congkaknya. Badak Diverdhame yang ditungganginya beranjak maju dengan kecepatan penuh “Majuuu..!!“ Sang Raja Barbar itu semakin bersemangat. Ia terus mengkomando tentara Barbarnya. Ia juga mengerahkan ratusan Hyena merah sebagai senjata perangnya yang tak manusiawi, untuk terus menekan pertahanan pasukan Grandalas yang hampir pecah.

Sang Ratu Iblis Nukkra beserta Bowrkan dan para Setan tua juga berhasil memukul mundur tentara kerajaan Grandalas yang masih bertahan. Serangan ganas itu terlancar melalui tanah dan udara. Pasukan Anjing hitam berkepala dua dengan tanda putih di dahi yang di munculkan dari rapalan mantra sihir ratu Iblis, benar-benar membuat ngeri para pasukan kerajaan Grandalas karena kebuasannya. Pasukan Bowrkan yang ganas nan menyeramkan terus menusuk maju dan membuat kocar-kacir tentara Grandalas yang terus berjuang dengan gagah berani.


Sementara di dalam istana, Raja Grandalas XII tampak memasang baju zirah kebesarannya yang sudah puluhan tahun tak di kenakannya. Ia di temani Jendral Vaxes yang masih sepupunya dan Jendral Rakop yang keturunan setengah Elf. Ia baru saja memerintahkan Pangeran Oxfinosh yang masih merupakan pamannya untuk mengantarkan serta menjaga sang Ratu Grandalas dan Puteri Zanimith untuk melarikan diri melalui jalan rahasia Xedracoz. Sebuah jalan berupa terowongan bawah tanah yang dirahasiakan.

Sang Ratu enggan meninggalkan Raja Grandalas XII dan Kerajaannya. Namun Pangeran Oxfinosh terus memaksanya dengan rasa pedih. Beberapa pengawal Istana mengawal dengan waspada. Mereka masih berada di muka lorong-lorong bawah tanah Xedracos “Aku mohon Pangeran! Biarkan aku menemani yang mulia, walau hingga tetes darah terakhir. Ini adalah janjiku sebagai anak dari keturunan kaum Mawr yang mulia.“

“Yang mulia Ratu! “ Ucap sang Puteri.

“Tidak! Yang mulia memerintahkanku untuk mengawal dan mengantar anda ke luar dari istana Grandalas yang agung ini. Apa anda mau melawan titah yang mulia?!“ Wajah Ratu Grandalas tampak menahan beban yang sangat berat, namun akhirnya dengan langkah yang pahit ia mengikuti permintaan Pangeran Oxfinosh, paman dari Raja Grandalas XII yang sudah berumur 120 tahun. Puteri Zanimith yang di temani para dayangnya hanya bisa melelehkan air mata dengan perasaan putus asa, mengeluhpun percuma. Ia berjalan sambil memandangi mata ibunya yang tidak begitu cemerlang dikarenakan beban pada pikirannya. Ratu Grandalas diam, dahinya turun mengkerut, menandakan ia sedang berpikir dengan amat keras, dengan rasa galau dan kebingungan yang terlalu besar. Ia terjebak antara kesetiaannya sebagai Ratu Grandalas dan kesetiaannya mengikuti titah Raja. Begitu rumit situasinya, hingga satu keluarga yang utuh harus tercerai-berai dengan rasa pedih yang meraja.


Sementara itu sang Raja sudah memegang pedang pusaka Leon yang termahsyur. Pedang pusaka yang kekuatannya pernah membunuh seekor Dracois. Naga jahat dari danau Montroul: Sebuah danau berwarna Jingga yang terdapat di dalam hutan terlarang. Naga itu di tumpas oleh Klan Ksatria zirah putih yang akhirnya memimpin negeri Grandalas; Nenek Moyang Raja Grandalas XII.

Sang Raja di temani dua jendralnya menuruni anak tangga menuju ke koridor tengah yang tersambung dengan Balkon Agung tempat sang Raja biasanya bertatap muka dengan rakyatnya. Nampaknya ia siap bertempur dengan gagah berani seperti yang dilakukannya 30 tahun yang silam, saat peperangan Cuntrazon berlangsung di tanah Grandalas. Namun Pangeran Sivmith menemukannya di antara anak tangga Istana Singgasana. Raut wajah sang Raja berubah, ia nampak murka dan warnanya mulai memerah, saat melihat salah satu puteranya kembali ke dalam istana.

“Apa yang kau lakukan Pangeran ke enam?! Bukankah pertempuran ada di luar sana?“

“Yang Mulia! Hamba mohon yang mulia segera pergi dari istana ini. Pasukan kita bukan tandingan pasukan sihir Armith yang di dukung oleh pasukan Barbar dari Diverdhame dan juga para Satan! Mereka telah memenuhi pelataran istana pusaka, kita terjepit yang mulia. bahkan semua Logistik kita telah dirampas!“

“Apa!” Sang Raja begitu murka, sampai ia menampar pipi Pangeran Sivmith. Pangeran ke 6 itu menundukkan kepala dengan perasaan tertekan. Ia tak tahu bagaimana harus mengangkat wajahnya, dikarenakan rasa malu dan kesedihannya.

“Aku Singa Zirah Putih, tak akan rela pergi seperti pengecut yang meminta sedekah karena kemalasannya! Apa kau tidak malu kembali ke dalam istana? Sementara ke tiga saudaramu dan seluruh ksatria istana ini bertempur habis-habisan?!“ Sivmith semakin menundukkan wajahnya, seolah kulitnya yang kencang mengendur. Ia tak kuasa membendung air matanya.

“Mereka, mereka telah gugur yang mulia.“

“Apa?!“ Raja Grandalas XII terkulai lemah dalam anak tangga, ia terjerambab mendengar berita itu. Ia berpegangan pada dinding marmer biru yang licin sebagai sisi tembok tangga. Jendral Vaxes yang memakai baju zirah berwarna biru tua kemudian menahan lengan sang Raja. Gemetaranlah seluruh tubuh Raja, ia tak mampu berdiri sesaat. Seolah anak bayi yang baru belajar merangkak.

“Saudaraku yang mulia, engkaulah sang Raja!” Seru Jendral Vaxes. Ia berusaha mengangkat moral sang Raja, kembali pada singgasananya.

Baru kali ini Pangeran Sivmith melihat sang ayah yang biasanya tegas dan berwibawa menangis penuh pilu. Namun sang Raja yang terkenal bijaksana itu tidak berlarut lama. Masih dalam tangisannya kemudian ia bangkit kembali sambil berseru.

“Aku Raja Grandalas ke XII. Aku mewarisi darah leluhurku yang mulia, klan Ksatria Zirah Putih! Pendiri kerajaan Grandalas. Hari ini aku akan menggunakan tubuhku sebagai zirah dan martir untuk kerajaan Grandalas yang Agung.”

“Hidup yang mulia! Izinkan hidup kami bagi Grandalas…!!” Seru Jendral Rakop yang mendampingi sang Raja yang mengenakan baju zirah berwarna merah tua itu. Sang Raja mengangguk dengan raut yang menunjukkan semangatnya. Ia menepuk bahu Jendral Vaxes, kemudian Jendral Rakop, lalu ia mengarah pada putera bungsunya “Nah puteraku yang pemberani, apakah kau mau menyertai aku?“

“Yang mulia segala perkataanmu adalah titah bagiku. Aku Sivmith sang Rajawali akan mendampingi sang Singa Putih untuk kembali memenuhi pertempuran yang agung dan mulia di luar sana!“ Jawabnya sambil mengangkat pedangnya. Tiba-tiba keberaniannya bangkit kembali dan kekhawatirannya telah hilang sama sekali. Rupanya ia tersadar betapa besar jiwa-jiwa keturunan klan zirah putih. Sang Raja kemudian menepuk pundak puteranya dengan bangga. Mereka ditemani kedua Jendral besar kerajaan Grandalas menuruni anak tangga menuju koridor bawah dan keluar ke balkon agung di lantai dua Singgasana Grandalas untuk memimpin pertempuran dahsyat itu.

To Be Continued to Prolog 2

Selasa, 10 Februari 2009

HEXVERSTOONE



Hexverstoone...,

Sebuah Dunia tersembunyi menunggu untuk disingkap..., Sebuah kisah-kisah tua akan kembali di kenang..., Bersama dengan derasnya hujan yang turun, Kisah itu telah terlukis di kaca yang jernih...,

petualangan Legendarispun akan segera dimulai...,

HEXVERSTOONE..., 7 Simbol, 7 Kebaikan,

Selamat datang di dunia 'HEXVERSTOONE'

Karya : Mahdavi

SALAM



Assalamualaikum wr wb

Karya adalah suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, karena di dalamnya ada semangat yang membuat kita 'UNIK'

Saya percaya semua manusia memiliki keunikannya sendiri, oleh karenanya kita tidak di ciptakan sempurna, agar kita dapat saling melengkapi

Maka Izinkanlah saya mengungkap dunia baru kepada kalian semua, yang keindahannya terlalu sayang untuk saya nikmati sendiri

Salam Hangat

Mahdavi